MENGURUS bisnis, keluarga, dan kegiatan sosial bisa dilakukan dalam ’satu tarikan napas’. Aktivitas keseharian seperti itulah yang mewarnai kehidupan Diah Yusuf (33). Ibu dua anak ini menyebut dirinya sebagai MomPreneur.
Belakangan ini perkembangan MomPreneur cukup pesat. Saya kira itu menarik, positif, karena ibu-ibu rumah tangga seperti saya bisa berkarya tanpa harus meninggalkan rumah. Hanya saja, bisnis dan strategi yang dipilih harus disesuaikan dengan identitas yang disandang itu,” kata Diah Yusuf, pengusaha parfum, yang hari-hari ini sibuk mempersiapkan pelaksanaan milad Komunitas Tangan Di Atas (TDA) 2009 di Jakarta.
Ditemui di foodcourt sebuah pusat perdagangan di kawasan Tanahabang, wanita kelahiran Surabaya itu sedang bersama anak bungsunya, Qifa (4). Saat wawancara, Qifa bermain bersama babysitter. Sesekali bocah itu menghampiri ibunya untuk bertanya sesuatu, bermain game di laptop, atau menggambar. Obrolan dengan Diah beberapa kali sempat terhenti, antara lain karena anaknya minta diantar ke kamar kecil.
”Tempat ini jadi tempat kumpul panitia milad ketiga TDA. Kita memang nggak punya sekretariat. Kita kumpul setiap Sabtu. Tapi nggak semua bisa hadir. Maklum, masing-masing punya kesibukan. Mereka kan pemilik usaha. Jadi kita koordinasi lewat e-mail, SMS, atau telepon. Syukur persiapannya jalan. Saat ini sudah 1.000 orang menyatakan siap hadir, peserta dan undangan,” ujar perempuan yang menjadi Ketua Panitia Milad Ke-3 TDA itu mengenai persiapan Festival Entrepreneur Indonesia di Gedung BPPT, Jalan MH Thamrin, 28 Februari-1 Maret 2009.
Dalam milad itu akan digelar ekspo yang memamerkan produk-produk unggulan UKM anggota TDA. Diah Yusuf juga akan meramaikan ekspo tersebut dengan memamerkan parfum yang diproduksinya dengan merek d’Lyfra dan d’55.
Tercatat sekitar 80 peserta ekspo yang akan menawarkan peluang bisnis, dengan menjadi agen produk-produk tersebut. Produknya beragam. Menurut Diah Yusuf, strategi bisnis yang mengandalkan keagenan dan pembukaan outlet dengan sistem kemitraan sangat cocok untuk usaha-usaha yang dikategorikan sebagai MomPreneur atau UKM.
”Usaha saya (meracik parfum—Red) semuanya dilakukan di rumah, tapi dengan menggunakan standar pembuatan yang baik. Untuk pemasaran, saya tidak terjun langsung karena sudah diserahkan kepada agen dan outlet yang ada. Jadi, ini benar-benar bisnis rumahan karena bisa sambil momong anak, atau melakukan aktivitas lainnya,” ujar Diah Yusuf yang mengaku sudah memiliki 52 agen dan 8 outlet di Jabodetabek.
Jatuh bangun
Diah Yusuf tertarik buka usaha sejak SMU, namun baru bisa mewujudkan setelah dia menikah dengan Lywa Fauzie dan mempunyai satu anak sekitar tahun 2003. Sebelumnya, dia bekerja di perusahaan swasta di Jakarta.
”Belajar dulu sama orang lain, setelah punya pengalaman dan ilmu baru buka usaha sendiri,” kata perempuan yang gemar membaca dan mendengarkan musik itu. Dikatakan, selama beberapa tahun bekerja, dia banyak belajar dalam bidang akunting, kesekretariatan, marketing, dan business development.
Diakui, tidak semua usaha yang dikembangkannya berjalan baik. Semuanya melewati proses jatuh bangun. ”Pertama kali buka usaha, saya menekuni bisnis busana muslim untuk orang-orang kerja,” tambah Diah.
Namun usaha tersebut tidak berjalan lama karena kesulitan memperoleh pemasok yang disebutnya ‘baik’. Diah juga pernah membuka salon di salah satu mal di Jakarta Selatan, tapi juga gagal. Penyebabnya, karena kesulitan mengelola SDM. ”Kita sudah capek-capek didik mereka, tapi setelah bisa dibajak pesaing,” ujarnya.
Belajar dari pengalaman tersebut, Diah kemudian memilih bisnis yang tidak banyak tergantung pada suplier, selain kegiatannya bisa dilakukan sendiri di rumah. Karakteristik usaha seperti itu yang diinginkan.
Sambil berkarya, Diah juga mengajari anaknya bagaimana mencari uang dan menghargai uang. ”Untuk menghitung botol, saya mengajak anak-anak untuk membantu sambil bermain. Saya memang mengajarkan entrepreneurship sejak dini. Misalnya, membantu saya membagikan brosur ketika pameran. Anak-anak fun, bahkan anak saya yang pertama sudah mulai jualan stiker kepada teman-teman. Gambarnya dia cari sendiri di internet, dibantu adiknya. Sangat menarik,” tutur perempuan yang rajin mengikuti seminar mengenai pendidikan anak-anak tersebut.
Ditanya mengenai prospek pasar parfum, Diah mengatakan optimis. Menurutnya, dengan adanya krisis global saat ini justru membuka peluang bagi parfum merek lokal. Soalnya, harga parfum impor jadi melambung tinggi, menyusul menguatnya nilai dolar AS terhadap rupiah.
”Masyarakat akan mencari alternatif produk yang berkualitas dengan harga yang pantas. Kami datang ke pasar untuk menjawab kebutuhan tersebut,” ujar Diah Yusuf bersemangat. (hes)